MENGULIK ISU-ISU KONTEMPORER PADA INDONESIA DAN PAKISTAN, SERTA IMPLIKASI NILAI-NILAI KEISLAMAN

Indonesia dan Pakistan memiliki dinamika kompleks dalam kondisi kultur social masyarakatnya. Meskipun kedua negara ini memiliki mayoritas penduduk muslim, keduanya memiliki latar belakang budaya, sejarah, dan politik yang berbeda, hal ini mempengaruhi cara pandang dan pendekatan terhadap isu-isu yang ada dalam kondisi social masyarakat kedua negara ini.

Seiring dengan bergantinya zaman, umat Islam selalu berhadapan dengan berbagai masalah-masalah dan isu-isu yang senantiasa menjadi problematika dan perbincangan bagi masyarakat. Hal ini pun telah disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

لا يَزدادُ الأمْرُ إلَّا شِدَّةً ….الحديث

“Tidaklah bertambah suatu perkara, kecuali semakin sulit.” (HR. Al Qurthubi & Dzahabi)

Dalam tulisan ini, kami akan akan coba merumuskan beberapa isu kontemporer berikut nilai-nilai keislaman yang dihadapi masyarakat muslim di kedua negara ini serta solusi dalam menghadapi tantangan ini.

1. Radikalisasi dan Ekstrimisme.

Radikalisasi dan ekstremisme menjadi perhatian serius bagi kedua negara ini. Di Indonesia, beberapa kelompok militan berusaha menciptakan ideologi radikal dan mempengaruhi masyarakat untuk terlibat dalam kekerasan, seperti kasus-kasus bom bunuh diri dan serangan teroris lainnya. Sedangkan di Pakistan, perang melawan terorisme telah melibatkan militer dalam memerangi kelompok militan seperti Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP)

Pakistan merupakan negara islam yang memiliki beragam perspektif dan pandangan tentang isu radikalisasi. Sejumlah kelompok militan berusaha menggunakan agama untuk membenarkan tindakan mereka, sementara banyak ulama serta masyarakat juga menentang ekstremisme dan berusaha untuk menerapkan Islam kearah yang lebih moderat. Hal ini terjadi disebabkan Pakistan merupakan negara yang melindungi salah satu kelompok agama, yaitu kelompok Syi’ah.

Kelompok Syi’ah  di Pakistan tergolong ekstrim disebabkan salah satu pemahaman meraka yang menilai bahwa kelompok agama selain mereka, terutama kelompok Sunni harus dibunuh. Hal ini menyebabkan sering terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang mereka sebabkan. Bahkan seringkali menimbulkan ketakutan terhadap kelompok lain tatkala seseorang dari luar kelompok mereka hendak bepergian melewati daerah yang mayoritas penduduknya menganut ajaran Syi’ah. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang rahmatan lil aalamiin, dan tentu sangat dikecam dari pandangan HAM maupun agama. Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berfirman dalam Al-Qur’an:

مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا ۚ…. الآية.

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al Ma’idah 5: Ayat 32)

Dalam konteks negara Indonesia, pemerintah cenderung mengaplikasikan pemahaman Islam yang lebih moderat dan toleran dalam menyikapi keberagaman pemikiran. Ulama-ulama Indonesia telah menekankan pentingnya tawassuth (moderat) dalam beragama, dan menganjurkan pendekatan Islam yang rahmatan lil aalamiin, damai, serta inklusif. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala  dalam Al-Qur’an, bahwa Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam diutus ke muka bumi ini sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً لِّلۡعَٰلَمِين

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya 21: Ayat 107)

2. Pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Tantangan hak asasi manusia (HAM) merupakan isu kontemporer yang dihadapi baik Indonesia maupun Pakistan. Beberapa kasus pelanggaran HAM seperti kekerasan pada perempuan, diskriminasi minoritas agama, dan masalah kebebasan beragama seringkali menjadi perhatian global.

Di Pakistan, terdapat variasi pandangan tentang HAM. Beberapa kelompok agama konservatif mungkin menentang hak-hak yang dianggap bertentangan dengan pandangan mereka tentang agama, sementara gerakan yang lebih moderat berusaha memperjuangkan HAM berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang inklusif.

Islam Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menyikapi toleransi serta inklusifitas, namun di beberapa daerah masih terjadi permasalahan terkait pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan kurangnya pendidikan agama yang lebih medalam, khususnya seperti dalam masalah mu’asyarah (pergaulan/hubungan) antara suami dan istri yang masih kerap ditemukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah di antara keduanya.

Begitu juga kerap ditemukan di beberapa daerah minoritas. Beberapa oknum yang mengatasnamakan suatu agama maupun suatu kelompok tertentu  masih melarang untuk melaksanakan ibadah kepada umat muslim. Mereka berdalih bahwasanya ibadah umat muslim mengganggu ataupun bertentangan dengan adat daerah tersebut. Seperti yang telah terjadi beberapa waktu lalu, terjadi pembakaran Masjid di suatu daerah minoritas muslim oleh masyarakat non muslim setempat tatkala umat muslim hendak melaksanakan ibadah Shalat Idul Fitri. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan HAM terkait masalah kebebasan beragama. Pun, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al Kafirun 109: Ayat 6)

Ulama dan aktivis Islam serta para pemuka agama mana pun berperan penting dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan kebebasan beragama di daerah minoritas di negara ini.

3. Peran Agama dalam Politik.

Kedua negara ini memiliki dinamika yang berbeda, terutama kaitannya dengan peran agama dalam politik. Di Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara menegaskan pentingnya pluralisme, karena Indonesia memiliki latar belakang masyarakat yang berbeda-beda, dari suku, agama, dan adat yang bermacam-macam. Hal ini tidak bertentangan dengan prinsip yang diajarkan dalam syariat Islam, bahkan ini merupakan ketetapan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan dalam Al-Qur’an:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujaraat 49 : Ayat 13)

Sementara di Pakistan, Islam adalah agama negara. Akan tetapi bukan berarti mereka tidak menerima masyarakatnya yang non-muslim. Setiap masyarakat dari latar belakang agama yang berbeda pun mendapatkan jaminan keamanan dari negara. Bahkan Pakistan memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan salah satu negara komunis terbesar di dunia, yaitu China. Di daerah dekat perbatasan Pakistan-China pun mereka memiliki beberapa proyek pembangunan yang dikelola dengan bekerja sama antara kedua negara tersebut, hingga masjid-masjid di sekitarnya pun memiliki gaya arsitektur bangunan ala Mandarin. Hal ini menunjukan bahwa meskipun Pakistan menjadikan Islam sebagai agama negara, mereka tidak menutup hubungan kerjasama dengan negara-negara non Islam, ataupun menjadikannya tidak menerima masyarakatnya yang tidak beragama Islam.

Umat Islam di Indonesia mendukung ideologi nasional sebagai dasar negara yaitu Pancasila, yang mengakui keberagaman agama dan keyakinan. Dan tentunya Pancasila itu sendiri merupakan hasil dari usaha para ulama dan cendikiawan Indonesia terdahulu untuk menyelesaikan masalah kerukunan yang berbenturan dengan beragamnya suku, budaya, bahasa, adat, dan agama yang ada. Keragaman inilah yang menjadi tantangan khusus bagi para ulama dan tokoh masyarakat di Indonesia dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Para ulama di Indonesia lebih mendahulukan kaidah “Mencegah terjadinya keburukan yang merusak dari pada mewujudkan kemaslahatan” di tengah-tengah masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Sebagaimana yang dikutip dalam salah satu kaidah fikih :

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

“ Menolak kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.”

Lain lading, lain pula belalang, di Pakistan, terdapat berbagai macam kelompok agama yang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi permasalahan politik di Negeri Ali Jinnah ini. Beberapa kelompok agama berusaha mempengaruhi politik dengan mengadvokasi penerapan hukum Islam secara keseluruhan dengan landasan bahwa islam ini harus diamalkan secara “kaffah” sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur’an:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah 2 : Ayat 208)

Namun, di antara mereka pun terdapat beberapa kelompok yang melakukan pendekatan secara inklusif. Meninjau sudut pandang bahwa Pakistan ini secara umum terbentuk dari dua kelompok agama, yaitu Sunni dan Syi’ah, yang di antara keduanya hingga saat ini masih terus terjadi berbagai macam konflik yang tidak jarang mengorbankan beberapa jumlah korban jiwa. Tentu apabila islam diterapkan secara keseluruhan di negeri ini dengan mengasaskan pada landasan hukum salah satu dari dua madzhab tersebut, mereka akan semakin sulit menemukan titik terang dalam menyelesaikan konflik yang terus terjadi, karena perbedaan landasan hukum dari kedua kelompok agama tersebut.

Kesimpulannya, isu-isu yang terjadi di Indonesia maupun Pakistan sangat beragam dan kompleks. Perspektif penerapan nilai-nilai islam di kedua negara dalam menghadapi isu-isu ini juga bervariasi, tergantung pada pandangan dan interpretasi dari para ulama dan tokoh agama. Upaya untuk mengatasi tantangan ini membutuhkan kerjasama dan dialog antara kelompok-kelompok Islam dan agama lain, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat sipil dalam menerapkan nilai-nilai inklusif dan toleransi yang melekat dalam agama Islam agar dapat mewujudkan negara yang aman, damai, dan sejahtera, sehingga setiap masyarakatnya dapat beraktivitas dan beribadah dengan tenang.

Kontributor : Zaki Aulia Lukman (PPMI Pakistan)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *