Makna Adil di dalam Konsep Gender

Makna Adil di dalam Konsep Gender

Mungkin kita tidak asing dengan istilah kesetaraan gender (gender equality) yang digadang-gadang oleh kaum feminis dengan kiblat yang berorientasi pada Barat. Isu gender yang belakangan ini kian kencang digalakkan oleh mereka ternyata berawal dari sakit hati atas ketidakadilan, penindasan kaum perempuan di Barat dan sejarah kelam yang mereka alami. Mereka berusaha memerangi stereotip gender, termasuk di dalamnya menghilangkan patriarki dalam kehidupan sosial.

Gerakan feminisme sendiri dimulai sejak akhir abad ke-18 M dan berkembang pesat pada abad ke-20 M. Ia dimulai dengan suara tuntutan persamaan hak politik bagi perempuan. Perempuan diperlakukan tidak adil, bahkan sejak zaman Plato dan Aristoteles. Di dalam mitos-mitos Yunani yang notabene negeri tumbuh-kembangnya filsafat, ilmu pengetahuan dan etika pun, perempuan dianggap sebagai makhluk yang hina.

Hari ini, ide feminisme muncul dan berkembang di seluruh penjuru dunia dengan corak yang berbeda-beda. Meski demikian, proyek kerjanya masih berkutat pada kesetaraan peran perempuan dengan laki-laki baik di rumah, kantor, pemerintahan, masyarakat dan lain-lain. Kesetaraan yang dimaksud adalah pembagian peran sama rata, 50:50.

Seiring berjalannya waktu kesetaraan ini mulai melahirkan kebebasan seks, perayaan lesbi, pencelaan terhadap pernikahan dan lain sebagainya. Mereka beranggapan bahwa ikatan pernikahan justru mengekang mereka. Ikatan tersebut sering kali dikendalikan dan didominasi oleh pria. Mereka menganggap bahwa perempuan memiliki hak sendiri atas tubuhnya. Mereka juga menuntut keadilan dalam hal-hal yang mulai keluar dari fitrah sebagai seorang perempuan, seperti menolak untuk melahirkan dan menyusui.

Terkait dengan hal ini, Islam memandang bahwa derajat laki-laki dan perempuan terukur berdasarkan tingkat ketakwaan sesuai fitrah masing-masing. Pada lebih dari satu ayat, Allah menyatakan kelebihan masing-masing.

Di dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kewajiban salat, puasa, zakat, amar makruf nahi munkar di samping jenis ibadah lain meski dalam beberapa bagian berbeda tugas dan peran.

Di dalam kehidupan rumah tangga pun, laki-laki dan perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dan tidak bisa dicampur-aduk satu sama lain. Sebagai pasangan hidup, laki-laki merupa ‘pakaian’ bagi sang istri dan begitu sebaliknya.

Konsep keadilan di dalam Islam itu bukan sekadar sama rasa, tetapi menempatkan sesuatu sesuai fitrah penciptaan masing-masing. Islam memandang mulia kedudukan setiap individu, tidak mengenal perempuan maupun laki-laki. Selagi masing-masing dari mereka bertakwa, di situlah parameter perbedaannya.

Barangkali ada syariat Islam yang terlihat membatasi perempuan. Namun, hemat saya hal itu tidak bisa dimaknai sebagai sebentuk penghinaan terhadap perempuan, justru itulah kasih sayang Allah terhadap mereka. Jika kita menjalani peran sebagai perempuan dalam fitrah yang telah Allah kehendaki, maka kehormatan dan kemuliaan akan pantas untuk didapatkan. Saat kita memahami masing-masing fitrah lantas fungsi, maka terciptalah keserasian dan keharmonisan gender, bukan keserataan.

Penulis: Annida Nur Aini

Editor: Hamidatul Hasanah

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *