Masjid dan Self-healing Masyarakat Iran

Masjid dan Self-healing Masyarakat Iran

Mayoritas tempat di sepanjang Jalan Akhunde Khurasan akan telah tutup pada pukul 12.00 malam. Hanya ada satu tempat aman yang terletak di tengah-tengan sudut kota. Pintu tempat itu selalu terbuka untuk umum. Setiap insan yang memiliki masalah, keperluan atau sekadar rindu menjunjung selawat serta salam selalu disambut hangat oleh pelayan dan penjaga tempat yang sering kami sebut sebagai Masjid Gauhar Shad atau terkenal dengan sebutan Bintang Kedelapan.

Di abad modern ini, manusia mengalami kondisi psychological shock, sebuah reaksi emosional dan fisiologis yang hebat terhadap terhadap peristiwa yang sangat menegangkan dan traumatis (Asosiasi Psikiatris Amerika: 2013). Kondisi tersebut disebabkan oleh perubahan dunia yang terjadi secara cepat atau karena krisis moral dan spiritual sebagai pemicu utama yang tidak disadari bagi masyarakat sekarang. Ketidakseimbangan kondisi kejiwaan yang semestinya stabil berubah menjadi semakin tidak teratur dan bersifatfluktuatif.

Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang memiliki cara tersendiri untuk mengatasi persoalan sehari-sehari. Pada kondisi seperti ini, kebanyakan dari mereka membutuhkan ruang khusus sebagai wadah untuk menyalurkannya. Menjaga jarak dengan sosial dan memilih tempat yang tenang bisa menjadi salah satu pengalihan untuk sementara. Sebagian orang yang memiliki keberanian diri memilih untuk berkonsultasi kepada pakar kejiwaan atau sejenisnya, saat sebagian lainnya lebih memilih menyembunyikan dengan harapan agar orang lain tidak terlibat dalam kesulitan. Kedua cara ini tentu akan dipilih seseorang sesuai dengan kepribadian dan keyakinannya masing-masing.

Adapun cara ketiga yang sering atau bahkan menjadi budaya bagi masyarakat kota Masyhad, Iran adalah gabungan dari kedua cara di atas. Masyarakat setempat biasa berkonsultasi kepada pakar kejiwaan namun tanpa melibatkan orang lain. Cara ini tidak hanya dilakukan ketika sedang mengalami kesulitan saja, akan tetapi di saat bahagia atau biasa mereka kerap melakukan itu. Kebiasaan baik yang mereka lakukan ini adalah mengunjungi Masjid Gauhar Shad.

Keberadaan masjid yang berada di tengah-tengah kota menjadi tempat strategis bagi penduduk Masyhad menghabiskan waktu di dalamnya. Selain berperan sebagai tempat beribadah dan keagamaan secara individual maupun berjemaah, sebagian orang menggunakan fasilitas tersebut untuk berdialog dengan Tuhan, merenung, membaca buku, mengerjakan tugas sekolah atau sekadar menghirup udara segar dari teras masjid besar ini.

Masjid Gauhar Shad dibangun pada masa Dinasti Timuriah (818 H) oleh arsitektur terbaik bernama Qawwamuddin Syirazi. Tidak heranjikamasjid ini sangat dikenal sebagai tempat penuh makna,sebab ia dibangun dengan memperhatikan seluruh aspek sunah dan kesucian.

Masjid Gauhar Shadsetiap hari terbuka untuk umum selama 24 jam. Selain sebagai tempat ibadah, para pengunjung juga bisa menghabiskan waktunya untuk membaca buku di perpustakaan yang bersebelahan dengan masjid tersebut. Suasana yang sunyi dan tenang membuat pengunjung merasakan ketentraman di dalam batin. Pada waktu-waktu tertentu suara indah dari ayat-ayat Alquran menggema di setiap sudut masjid. Pada malam hari, layaknya sebuah instrumen penghantar tidur, lantunan doa dan munajat yang lembut menyelimuti langit di kegelapan malam.

Pada setiap sudutnya, kita akan menemukan berbagai macam manusia dengan latar belakang keluarga dan usia yang beragam sedang beribadah sambil menangis, berdialog dengan Tuhan, berzikir sambil memutar tasbih. Mereka sibuk dengan urusan dan kesulitannya masing-masing. Mereka melakukan itu semua dengan kesadaran, seolah-olah Tuan Rumah hidup dan hadir di antara mereka. Penyaluran yang tepat di dalam masjid atau tempat-tempat yang memiliki energi positif sebagai wadah self-healing mengenali diri, tujuan dan ujian kehidupan.

Masyarakat kota Masyhad menggunakan luapan spiritual sebagai perantara menghadapi dunia materi. Sepulang dari tempat suci tersebut, mereka meyakini satu pepatah yang mengatakan, “Mereka tidak akan pulang (dari masjid) dengan tangan kosong. Mungkin saja salah satu kunci keberhasilan negara ini, dalam menghadapi masalah internal dan eksternal di negaranya karena menghormati tempat-tempat ibadah dan menjadikannya sebagai sarana untuk menyalurkan kegelisahan dan polemik kehidupan.”

Secara prinsip, kehadiran seseorang di masjid akan melahirkan hubungan emosional dan spiritual di dalam diri mereka, terkoneksi dengan Allah SWT. Masjid menjadi salah satu tempatyang mujarab untuk menemukan cahaya ketenangan batin.

Allah SWT berfirman:“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS al-Nur:36)

Sumber Referensi

  1. Asosiasi Psikiatris Amerika. (2013). Manual diagnostik dan statistik gangguan mental. Edisi kelima. DSM-V. Masson, Barcelona.
  2. Website:https://www.epersianhotel.com/mag/mashhad.
  3. Website:parstoday.fungsi dan peran masjid.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *